Langsung ke konten utama

Sidang Wali Songo Adat Istiadat Masyarakat Orang Jawa

Sidang Wali Songo Adat Istiadat Masyarakat Orang Jawa - Pada suatu ketika Sunan Kalijaga mengusulkan agar adat istiadat orang Jawa seperti Selamatan, bersaji dan lain-lain tidak langsung ditentang sebab orang Jawa akan lari menjauhi ulama jika ditentang secara keras. Adat istiadat itu diusulkan agar diberi warna atau unsur Islam. 

Sunan Ampel bertanya atas usulan Sunan Kalijaga itu. 

"Apakah adat-istiadat lama itu nantinya tidak mengkhawatirkan bila dianggap ajaran Islam? Padahal yang demikian itu tidak ada dalam ajaran Islam. Apakah hal ini tidak akan menjadikan bid'ah?"

Pertanyaan SunanAmpel ini dijawab oleh Sunan Kudus. 

Wali Songo

Wali Songo

Saya setuju dengan pendapat Sunan Kalijaga, sebab ada sebagian ajaran agama Budha yang mirip dengan ajaran Islam, yaitu orang kaya harus menolong orang fakir miskin. Adapun mengenai kekhawatiran Kanjeng Sunan Ampel, saya mempunyai keyakinan bahwa di belakang hari akan ada orang Islam yang akan menyempurnakannya." 

Pendukung Sunan Kalijaga ada lima orang, sedang pendukung Sunan Ampel hanya dua orang yaitu Sunan Giri dan Sunan Drajad, maka usulan Sunan Kalijaga yang diterima. Adat istiadat Jawa yang diwarnai Islam itu antara lain selamatan mitoni, selamatan mengirim do'a untuk orang mati ( biasanya disebut tahlilan) dan lain-lain yang secara hakiki tidak bertentangan dengan aqidah Islam. 

Pada suatu ketika para wali berkumpul setelah empat puluh hari meninggalnya Sunan Ampel. Sunan Kalijaga tiba-tiba membakar kemenyan. Para wali yang lain menganggap tindakan Sunan Kalijaga ini terlalu berlebihan karena membakar kemenyan adalah kebiasaan orang-orang Jawa yang tidak Islami. 

Sunan Kudus berkata," Membakar kemenyan ini biasanya dilakukan oleh orang Jawa untuk memanggil arwah orang mati, ini tidak ada dalam ajaran Islam.“

Sunan Kalijaga berkata." Kita ini hendak mengajak orang Jawa masuk Islam, hendaknya kita dapat mengadakan pendekatan pada mereka. Kita membakar kemenyan bukan untuk memanggil arwah orang mati, melainkan sekedar mengharumkan ruangan, karena orang-orang Jawa ini kebanyakan hanya mengenal kemenyan sebagai pengharum, bukan wangi-wangian lainnya. Bukankah wangi-wangian itu disunnahkan Nabi?" 

“Tapi tidak harus membakar kemenyan!" kata Sunan Kudus

"Adakah di dalam hadits disebutkan larangan membakar kemenyan sebagai pengharum ruangan?" tukas Sunan Kalijaga

Wali lainnya hanya diam saja. Sementara Sunan Kudus yang sebenarnya lebih condong berpihak kepada Sunan Kalijaga kali ini entah mengapa-merasa risih atas tindak-tanduk Sunan Kalijaga. 

“Sunan Kalijaga memang suka yang aneh-aneh.“ ujar Sunan Kudus. "Tapi janganlah Sunan Kalijaga merendahkan martabat sebagai seorang wali dengan memakai pakaian seperti itu." 

Sunan Kalijaga memang lebih sering memakai pakaian seperti rakyat biasa. Celana panjang warna hitam atau biru dan baju dengan warna serupa, ikat kepalanya hanya berupa udeng atau destar. 

Sunan Kalijaga menjawab. “ Di hadapan Allah tidak ada yang istimewa. Hanya kadar taqwa yang jadi ukuran derajad seseorang. Bukan pakaian. Lagi pula ajaran Islam hanya menyebutkan kewajiban setiap umatnya menutup aurat. 

Tidak disebutkan harus memakai jubah atau sarung. Justru dengan pakaian seperti ini saya dapat bergaul akrab dengan rakyat jelata dan dengan mudah saya dapat memberikan ajaran Islam kepada mereka.

Baca juga di bawah ini



Kembali para wali membenarkan pendapat Sunan Kalijaga. Selanjutnya Sunan Kalijga juga mengsulkan agar kesenian rakyat seperti gending, tembang dan wayang kulit dapat diterima oleh para wali sebagai media dakwah. Usulan ini pun akhirnya disetujui. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gambar Arsitektur Candi Prambanan

Gambar Candi Prambanan  Nama Prambanan, berasal dari nama desa tempat candi ini berdiri, diduga merupakan perubahan nama dialek bahasa Jawa dari istilah teologi Hindu Para Brahman yang bermakna "Brahman Agung" yaitu Brahman atau realitas abadi tertinggi dan teragung yang tak dapat digambarkan, yang kerap disamakan dengan konsep Tuhan dalam agama Hindu.  Baca juga  Gambar Candi Borobudhur Pendapat lain menganggap Para Brahman mungkin merujuk kepada masa jaya candi ini yang dahulu dipenuhi oleh para brahmana. Pendapat lain mengajukan anggapan bahwa nama "Prambanan" berasal dari akar kata mban dalam Bahasa Jawa yang bermakna menanggung atau memikul tugas, merujuk kepada para dewa Hindu yang mengemban tugas menata dan menjalankan keselarasan jagat. Poto Candi Prambanan Nama asli kompleks candi Hindu ini adalah nama dari Bahasa Sansekerta; Siwagrha (Rumah Siwa) atau Siwalaya (Alam Siwa), berdasarkan Prasasti Siwagrha yang bertarikh 778 Saka (856 Masehi).  Relief Candi Pr...

Masyarakat pra sejarah beternak & bercocok tanam

Pada zaman pra sejarah dalam kehidupan menetap itu manusia mulai hidup dari hasil bercocok tanam dengan menanam jenis-jenis tanaman yang semula tumbuh liar untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka mulai menjinakkan hewan-hewan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya seperti kuda, kerbau, anjing, sapi, dan babi.  Kehidupan bercocok tanam yang pertama kali dikenal oleh manusia adalah berhuma. Berhuma ialah teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan menanaminya, setelah tanah tidak subur mereka pindah dan mencari bagian hutan yang lain.  a. Kehidupan sosial. Masyarakatnya sudah memiliki tempat tinggal yang tetap. Mereka memilih tempat tinggal pada suatu tempat tertentu. Hal itu dimaksudkan agar hubungan antara manusia didalam kelompok masyarakatnya semakin erat. Manusia selalu tergantung dengan manusia lainnya, sehingga masing-masing manusia saling melengkapi, saling membantu, dan saling berinteraksi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat pada mas...

Kisah Cerita Asal Usul Batara Guru (Sang Hyang Manikmaya)

Kisah Cerita Asal Usul Batara Guru (Sang Hyang Manikmaya) - Batara Guru atau Sang hyang Manikmaya ialah putra Sang Hyang Tunggal dengan Dewi Rekatawati atau Dewi Wirandi, putri raja jin Prabu Yuyut di negeri Keling. Saudara Batara Guru adalah Sang Hyang Ismaya dan Sang Hyang Antaga. Batara Guru mempunyai dua orang isteri yakni : Batara Guru Baca juga selanjutnya Kesaktian Beghawan Bagaspati Matinya Tokoh Wayang Bambang Aswatama 1. Dewi Umayi atau Umaranti, berputera enam orang yakni Sambo, Brahma, Indra, Bayu, Wisnu dan batara Kala. 2. Dewi Umaparwati berputera Batara Cakra, Batara Gana/Ganesya (Mahadewa) dan Batara Asmara. Batara Guru adalah seorang raja dewa yang memerintah Tribawana yakni : Kayangan, Mayapada, dan Sonyaruri.